SELASA, 11 NOVEMBER 2014
Merupakan
pertemuan kesembilan yang diisi dengan presentasi kelompok delapan. mereka
menjelaskan mengenai manajemen konflik dan negosiasi.
Konflik adalah adanya pertentangan
yang timbul di dalam seseorang (masalah intern) maupun dengan orang lain
(masalah ekstern) yang ada di sekitarnya. Konflik dapat berupad perselisihan (disagreement),
adanya keteganyan (the presence of tension), atau munculnya
kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering
menimbulkan sikap oposisi antar kedua belah pihak, sampai kepada mana
pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai pengahalang dan
pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Manajemen konflik merupakan
serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu
konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi
pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku)
dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests)
dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak
ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi
konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika
ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross (1993) bahwa manajemen
konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga
dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau
tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin
atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat,
atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri,
kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga)
atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga.
Faktor Penyebab Konflik
Terdapat beberapa hal yang
melatarbelakangi terjadinya konflik. Agus M. Hardjana mengemukakan sepuluh
penyebab munculnya konflik, yaitu :
a. Salah pengertian atau salah paham
karena kegagalan komunikas
b. Perbedaan tujuan kerja karena
perbedaan nilai hidup yang dipegang
c. Rebutan dan persaingan dalam hal
yang terbatas seperti fasilitas kerja dan jabatan
d. Masalah wewenang dan tanggung
jawab
e. Penafsiran yang berbeda atas satu
hal, perkara dan peristiwa yang sama
f. Kurangnya kerja sama
g. Tidak mentaati tata tertib dan
peraturan kerja yang ada
h. Ada usaha untuk menguasai dan
merugikan
i. Pelecehan pribadi dan
kedudukan
j. Perubahan dalam sasaran dan
prosedur kerja sehingga orang menjadi merasa tidak jelas tentang apa yang
diharapkan darinya.
Stoner sendiri menyatakan bahwa
penyebab yang menimbulkan terjadinya konflik adalah :
a. Pembagian sumber daya (shared
resources)
b. Perbedaan dalam tujuan (differences
in goals)
c. Ketergantungan aktivitas kerja
(interdependence of work activities)
d. Perbedaan dalam pandangan
(differences in values or perceptions)
e. Gaya individu dan ambiguitas
organisasi (individual style and organizational ambiguities).
Proses Terjadinya Konflik Menurut
Beberapa Para Ahli :
Menurut Hendricks, W.(1992) prose
terjadinya konflik terdiri dari 3 tahap :
1. Peristiwa
sehari-hari , yaitu ditandai dengan adanya individu meresa tidak puas atau
jengkel terhadap lingkungan kerja.
2. Adanya
tantangan, yaitu apabila terjadi masalah, individu saling mempertahankan
pendapat mereka masing-masing dan menyalahkan pihak lain. Masing-masing anggota
menganggap perbuatan yang dilakukan sesuai dengan standar dan aturan
aaaaorganisasi.
3. Timbulnya
pertentangan, yaitu pada tahap ini masing-masing individu atau
kelompok bertujuan untuk menang dan mengalahkan kelompok lain.
Menurut Kenneth Thomas (Owens,
1991)
Pandangan Terhadap Konflik
- pandangan tradisional : Pandangan ini menyatakan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dilihat sebagai sesuatu yang negatif, merugikan dan harus dihindari. Untuk memperkuat konotasi negatif ini, konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality. Pandangan ini konsisten dengan sikap-sikap yang dominan mengenai perilaku kelompok dalam dasawarsa 1930-an dan 1940-an. Konflik dilihat sebagai suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya kepercayaan dan keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalan manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
- pandangan hubungan manusia : Pandangan ini berargumen bahwa konflik merupakan peristiwa yang wajar terjadi dalam semua kelompok dan organisasi. Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, karena itu keberadaan konflik harus diterima dan dirasionalisasikan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi peningkatan kinerja organisasi. Pandangan ini mendominasi teori konflik dari akhir dasawarsa 1940-an sampai pertengahan 1970-an.
- pandangan interaksionis : Pandangan ini cenderung mendorong terjadinya konflik, atas dasar suatu asumsi bahwa kelompok yang koperatif, tenang, damai, dan serasi, cenderung menjadi statis, apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut aliran pemikiran ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimun secara berkelanjutan, sehingga kelompok tetap bersemangat (viable), kritis-diri (self-critical), dan kreatif. Stoner dan Freeman (1989:392) membagi pandangan tentang konflik menjadi dua bagian, yaitu pandangan tradisional (old view) dan pandangan modern (current view).
Negosiasi menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses tawar menawar dengan jalan berunding
untuk memberi atau menerima guna mencapai kesepakatan bersama antara satu pihak
dengan pihak lainnya.
Ada juga yang berpendapat bahwa
Negosiasi adalah proses perundingan dua belah pihak atau lebih yang
masing-masing memiliki sesuatu yang dibutuhkan oleh pihak lainnya untuk
mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Robbins (2008) menjelaskan
tahap-tahap negosiasi sebagai berikut:
1.
Persiapan dan perencanaan :sebelum bernegosiasi perlu mengetahui apa tujuan
dari Anda bernegosiasi dan memprediksi rentangan hasil yang mungkin diperoleh
dari “paling baik” hingga “paling minimum bisa diterima”.
2.
Penentuan aturan dasar: begitu selesai melakukan perencanaan dan menyusun
strategi, selanjutnya mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan
pihak lain untuk negosiasi itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan?
Di mana perundingan akan dilangsungkan? Kendala waktu apa, jika ada , yang
mungkin akan muncul? Pada persoalan-persoalan apa saja negosiasi dibatasi?
Adakah prosedur khusus yang harus diikuti jika menemui jalan buntu? Dalam fase
ini, para pihak juga akan bertukar proposal atau tuntutan awal mereka.
3.
Klarifikasi dan justifikasi: ketika posisis awal sudah saling dipertukarkan,
baik pihak pertama maupun kedua akan memaparkan, menguatkan, mengklarifikasi,
mempertahankan, dan menjustifikasi tuntutan awal.
4.
Penutupan dan implementasi : tahap akhir dalam negosiasi adalah memformalkan
kesepakatan yang telah dibuat serta menyusun prosedur yang diperlukan untuk
implementasi dan pengawasan pelaksana.
kurang lebih itu yang dijelaskan kelompok delapan kali ini. pada presentasi ini terdapat salah satu pertanyaan mengenai bagaimana cara meminimalisir konflik? Jawab:
1. Menciptakan kereativitas masyarakat dalam menyikapi suatu konflik
2. Melakukan perubahan sosial yang kondusif pada pasca konflik.
3. Membangun komitmen kebersamaan dalam kelompok yang pernah konflik.
4. Mencegah berulang lagi konflik yang dapat merugikan banyak pihak.
5. Meningkatan fungsi sosial kekeluargaan atas dasar kebersamaan sebagai nilai kearifan
kurang lebih itu yang dijelaskan kelompok delapan kali ini. pada presentasi ini terdapat salah satu pertanyaan mengenai bagaimana cara meminimalisir konflik? Jawab:
1. Menciptakan kereativitas masyarakat dalam menyikapi suatu konflik
2. Melakukan perubahan sosial yang kondusif pada pasca konflik.
3. Membangun komitmen kebersamaan dalam kelompok yang pernah konflik.
4. Mencegah berulang lagi konflik yang dapat merugikan banyak pihak.
5. Meningkatan fungsi sosial kekeluargaan atas dasar kebersamaan sebagai nilai kearifan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar